Cara Menguji Keaslian Bambu Awetan
Metode sederhana pengujian serapan boron pada bambu awetan
Bambu yang telah diawetkan memiliki daya tahan dan kekuatan yang lebih baik dibandingkan bambu yang tidak diawetkan. Bambu yang tidak diawetkan akan mulai terserang kumbang bubuk hanya dalam hitungan hari atau minggu. Jika telah terserang kumbang bubuk maka tidak ada cara lain selain mengganti bahan bambu yang telah terinfeksi.
Berikut ini adalah cara sederhana untuk menguji tingkat serapan dan keawetan bahan pengawet bambu yakni garam borates pada bambu awetan.
Larutan yang dibutuhkan:
- Larutan-1: 10gram tepung kunyit dicampur dengan 90 ml ethyl alcohol. Endapkan atau saring untuk menghasilkan larutan yang jernih.
- Larutan-2: campurkan 20 ml konsentrat hidrocloric acid dengan 100 ml ethyl alcohol, kemudian tambahkan 13 gram salicylic acid.
Cara Pengujian:
- Permukaan yang halus akan menunjukkan hasil yang lebih baik daripada permukaan kasar. Permukaan bambu yang akan diuji haruslah kering, jika tidak hasilnya tidak akan memuaskan.
- Semprotkan atau oleskan larutan-1 ke permukaan bambu yang akan diuji. Kemudian biarkan beberapa menit hingga mengering.
- Semprot atau oleskan larutan-2 ke permukaan bambu yang telah berwarna kuning akibat pengaruh larutan-1 tadi. Perubahan warna harus diamati dengan seksama dan akan muncul dalam beberapa menit setelah larutan-2 disemprot atau diolesi. Jika warna kuning kunyit pada permukaan bambu berubah menjadi warna merah, berarti bambu tersebut mengandung boron.
- Setelah pengolesan larutan-1 dan 2, tempatkan bambu pada oven dengan suhu sedang untuk melihat lebih jelas reaksi perubahan warna yang lebih nyata antara bambu yang diawetkan dan tidak.
Keterangan Hasil: Semakin tua warna merah sampel bambu, maka semakin tinggi kadar boron yang terkandung dalam bambu tersebut. Jika warna tidak berobah (sama sebelum dan sesudah pengujian), berarti tidak ada boron yang terkandung dalam bambu.
Metode pengujian ini diterjemahkan secara bebas dari buku Bamboo Preservation Compendium, karangan Walter Liese and Satish Kumar. Institute of Wood Biology, University Hamburg, Germany.